http://ryadkusuma.blogspot.com/2006/12/jadi-korban-gusuran.html
Kemarin dapat sms bahwa pengumuman ganti rugi sdh keluar. Malam sepulang dari kantor, saya segera ke rumah pak RT Darmawan. Tapi ternyata yg keluar hanya pengumuman ganti rugi untuk bangunan saja. Sementara ganti rugi tanah belum jelas kapan. Entah apa maksudnya pengumumannya tidak digabung saja.
Di surat pengumuman dicantumkan komponen rumah yg mendapat penggantian seperti bangunan utama, teras, carport, tembok belakang, pagar depan, septic tank, jembatan antara jalan ke rumah, sampai ke jumlah tanaman yg ada. Kelihatannya menarik, tapi nanti dulu...
Masing2 komponen memiliki harga dasar yg didapat entah dari mana.
Selain itu masih ada 3 faktor pengali.
- Faktor kualitas bangunan. Nilainya ada yg 1, ada yg dibawah 1. Kebetulan rumah saya dinilai dibawah 1 (nol koma sekian). Kenapa dibawah 1? Gelap euy... Berarti ini faktor pengurang.
- Faktor jenis bangunan. Jika bangunan bertingkat nilainya 1.09. Jika bangunan permanen nilainya 1. Jika semi permanen 0.5.
- Faktor depresiasi yg besarnya 2% per tahun dan nilai minimumnya 20%. Lha kalau bangunannya baru 5 tahun, rugi berat nih. Karena bangunan rumah sdh berumur 14 tahun, nilai bangunan menjadi (100% - (14 x 2%)) = 72%. Ini jadinya faktor pengurang juga.
Nah dari situ dihitung rumus nilai bangunan gusuran :
- Sum (Luas komponen x harga dasar x faktor 1 x faktor 2 x faktor 3)
Dari rumus itu segera terlihat bahwa faktor prospek ke depan dari properti tidak dinilai, yg ada hanya faktor2 pengurang.
Dengan dibangunnya akses jalan tol, nilai properti di sekitar jalan tol tsb pasti akan meningkat. Seharusnya faktor ini juga dipertimbangkan dan diperhitungkan sebagai faktor pengali agar memenuhi azas keadilan.
Bukankah jika tidak digusur seharusnya warga bisa menikmati kenaikan nilai properti? Bukankah warga selama ini sudah nyaman di lingkungan yg sdh ditinggali puluhan tahun?
Dan sebaliknya, warga korban gusuran mengalami kerepotan karena harus pindah tempat tinggal. Warga harus mencari lokasi rumah baru, mungkin melakukan kredit ulang, warga harus menyesuaikan kembali dengan lingkungan baru, warga harus menata ulang kehidupan sosialnya. Ini semua bukan tanpa biaya.
Sebetulnya sih keinginan warga umumnya tidak terlalu berlebihan. Uang gusuran bisa dipakai untuk membeli properti dengan kondisi yg tidak beda jauh dengan properti lama di wilayah sekitar tempat tinggal yg lama, plus biaya pengurusan ini itu.
Masih ada pejabat berwenang yg punya nurani dan bisa mendengar harapan ini ga ya? Mudah-mudahan..... :)
Halo pak Nur Mahmudi.....
No comments:
Post a Comment