Monday, February 26, 2007

Bisnis Properti

Dulunya saya beli rumah hanya karena ingin segera punya rumah sendiri dan tidak pindah2 rumah, repot soalnya.

Rumah yg pertama kali saya beli ada di cibubur th 1992. Tipe 45/120. Total DP 11 juta, kredit sekitar 12 juta, saya cicil 400rban /bln selama 5 thn. Sempat beberapa tahun saya diamkan, tidak saya pakai, tidak juga disewakan. Sampai kemudian sekitar th 94 disewakan, awalnya bayar tahunan, belakangan bayar bulanan. Saat ini disewa 600rb / bln, masih oleh penyewa yg lama. Berarti sekarang returnnya 20,6% / thn. Tapi... rumah ini mo digusur.. kena proyek tol depok - jagorawi.

Rumah yg kedua saya beli di cilengsi, tipe 36/100, patungan dengan mantan pacar th 1993. Total DP dan cicilan 10 th 32 jt + biaya renovasi 25 jt jadi total jendral 57 jt. Tapi yg ini tidak disewakan, tapi digunakan untuk keperluan keluarga. Tapi kalo di sewakan, saya yakin minimal 800rb / bln. Ini 16,8% / thn.

Rumah ketiga, di seputaran cibubur juga, tipe 82/196, saya peroleh th 1994, ini yang saya tinggali sampai sekarang.

Rumah keempat saya beli th 1999, dekat lokasi rumah kedua di cilengsi, tipe 36/72. Saya beli over kredit murah, lunas th 2002, krn pemilik lamanya tinggal jauh dan sdh tidak terlalu mengurus. Setelah renovasi, total yg saya keluarkan untuk rumah ini 49,9 jt. Saat ini saya sewakan 600rb / bln. Itu berarti 14,4% / thn.

Rumah kelima saya beli di cikarang, tipe 36/120, tahun 2002. Karena ada di dekat wilayah industri, rumah ini saya jadikan tempat kost, dapat 20 kamar. Total biayanya 249jt. Bersihnya tiap bulan saya dapat -average- 2,5 jt. 12% setahun.

Rumah keenam, di cikarang juga, tipe 36/93, tahun 2004. Sampai saat ini, feb 2007, total cash yg sdh saya bayar 45,8jt. Cicilan bulanan masih harus saya bayar sebesar 1jt / bln selama 13 thn lagi. Sekarang disewakan 400rb/bln. Jadi selama 13 th kedepan saya tinggal cicil 600rb setiap bulan. Masih tekor. Utk yg ini, saya sdg usahakan utk refinancing, lagi cari2 kredit murah nih.

Kalo diperhatikan, ternyata investasi properti makin lama makin memberikan return yg menarik, paling tidak masih diatas bunga bank. Karena ada kenaikan biaya sewa dan penurunan cicilan (utang lama ditukar dg utang baru yg bunganya lebih murah). Sementara maintenance juga ga terlalu ribet. Paling tiap bulan nagihin, tapi enak juga sih.

Memang awalnya perlu duit banyak. Tapi kan ga harus dari kantong sendiri. Paling kita cuma bayarin 15-20% dari harga rumah. Yg 80% dibayarin bank.

Tapi kan mesti nyicil?

Ya iyalah... tapi kan dibantu dibayarin orang lain, maksudnya penyewa. Jadi agak ringan. Soalnya kita bayar cicilan ya dari gaji. Tentunya dengan pengorbanan menekan pengeluaran di tempat lain. Masih ada yg belanjanya 23 rb / hari utk makan 5 orang? Saya masih... :)

Belum dari capital gain. Di jabotabek, harga rumah dan tanah mana ada sih yg turun. Dulu sih saya pikir, kalo kita mo nikmatin keuntungan dari kenaikan harga ini, propertinya mesti dijual dulu.

Eh ternyata ga begitu.

Saya lagi baca2 buku Real Estate Richnya Dolf de Roos, blm tamat sih. Ternyata ga perlu jual rumah utk nikmatin hasilnya. Intinya rumah bisa diagunkan ke bank, trus duitnya kita puterin lagi utk usaha yg lain. Sederhana tapi kompleks.

Kalo soal ini, saya jadi ingat pak Budi Rachmat, yg sukses meleverage apartmentnya utk buka usaha alfamart.

Sebetulnya target saya 100 kamar saat usia 40 th. Tapi sekarang udah 38 th, masih kurang 70 kamar lagi, masih keburu ga ya? Soalnya untuk yg 30 kamar saja, saya dan istri benar2 mengupayakan dg susah payah selama 17 thn. Dengan 100 kamar @300rb, passive incomenya kan lumayan buat pensiun.

Utk mempercepat dream ini, karena tidak mungkin mengandalkan gaji saja, saya dan istri coba buka usaha yg lain, dagang. Ternyata memang perputaran uang lebih cepat, tapi benar2 menguras tenaga pada awalnya. Dan butuh konsistensi dalam menjalankan usaha baru ini.

Orang jawa bilang, jer basuki mawa bea.

Friday, February 16, 2007

Dagang : barang ga laku, diretur?

Selama 6 bulan kita buka toko, banyak calon sub agen baru yg tanya, barangnya bisa diretur ga?

Saya mengerti bahwa kekhawatiran utama dari calon sub agen baru adalah kalo barang tidak laku. Berarti uang ga muter, stok numpuk, profit jadi berkurang. Di satu sisi ini betul.

Tapi dari pengalaman saya, pembeli lebih suka datang ke toko yg barangnya komplet.

Kita jual barang, biasanya ga semua laku, pasti ada barang yg fast moving, average dan slow moving. Biasanya mengikuti hukum pareto. Di toko saya, ada 20% item barang yg fast moving yg menyumbang sekitar sekitar 50% dari omzet. Lalu 60% item average. Dan 20% sisanya slow moving.

Pada awalnya saya juga ga tau, item mana yg fast moving, mana yg slow moving. Jalan satu2nya adalah bertanya pada penjual, dg harapan penjual berkata jujur. Walaupun demikian, karena kondisi yg berbeda, bisa saja laku di toko penjual, blm tentu laku di toko saya, demikian sebaliknya. Jadi, selain referensi penjual, judgement kita juga penting.

Jadi, dari pembelian pertama, biasanya ada aja beberapa item yg masuk kategori slow moving.

Tapi dari data sales, kita bisa tau item mana yg laku. Nah ini kita pakai untuk order pembelian berikutnya.

Sementara item yg tidak laku mau diapakan?

Seperti tadi saya tulis, pembeli cenderung datang ke toko yg itemnya komplet, semua model ada, semua warna ada, semua ukuran ada, pembeli maunya seperti itu, biar milihnya puas.

Jadi, item yg tidak laku tidak saya retur, tapi saya biarkan terdisplay di toko, sehingga kesannya semua barang ada di toko.

Toh item tsb bukannya sama sekali ga laku, yg beli tetap ada, hanya saja frekwensinya jarang.

Jadi, yg penting utk barang slow moving, saya jaga stoknya agar tidak berlebihan, sementara item yg fast moving, dijaga jangan sampai kehabisan...

Kalau tetap ga laku juga bagaimana?
Kebetulan saya ada 3 toko, saya rotasi saja, mungkin selera pembeli di toko yg lain berbeda.

Masih ga laku juga,
Kalo lagi butuh modal cepat, ya jual discount aja, asal modal balik. Terutama kalo saya beli di tempat yg jauh, dimana utk me-retur barang butuh biaya kirim atau biaya transport yg lumayan.

Masih ga laku juga,
Ya nasiblah.. anggap aja itu biaya utk mempercantik toko, makanya stoknya di tekan seminimal mungkin.

Gampang kan? Tapi prakteknya sulit, hehehe....

Thursday, February 8, 2007

Keikhlasan Hati Orang Kecil

Hari Senin pagi 5 Februari 2007, perjalanan dari Lebak Bulus ke kawasan Blok M relatif lebih lancar daripada biasanya. Mungkin karena sebagian orang masih mendapat kesulitan untuk keluar rumah menuju kantor, akibat banjir besar yang melanda Jakarta sejak hari Kamis yang lalu.

Biasanya, saya berangkat dari rumah ke kantor melalui jalan Tebah, dibelakang Pasar Mayestik lalu masuk ke jl Bumi dan Jalan Kerinci lalu keluar di Jalan Pakubuwono VI. Namun pagi ini, saya sengaja melintasi jalan Pati Unus untuk berbelok ke arah Jl. Paukubuwono VI karena ingin membeli pisang terlebih dahulu.

Di depan rumah makan Warung Daun ada penjaja pisang barangan. Di situlah saya biasa membeli pisang setiap minggu. Perempuan penjajanya sudah tahu bahwa saya akan membeli 3 sisir pisang. Satu sisir matang dan 2 sisir lainnya mengkal atau terkadang masih kehijauan. begitu juga rencananya pagi ini. Saat saya menghentikan mobil, dengan sigap dia memilih-milih pisang dan menyodorkannya kepada saya. Saya mengeluarkan uang selembar 50 ribu. Itulah lembaran yang ada di dalam dompet di samping beberapa lebar ribuan di dalam kotak uang untuk pembayar ongkos parker, yang tak cukup untuk membayar 3 sisir pisang. Agak ragu perempuan itu menatap saya ;

"Ibu . apa bisa diberikan uang pas saja?" tanyanya.

Saya melihat isi dompet dan tas... ternyata sama sekali tidak ada. Maklum awal bulan begini, isi dompet sedang sekarat. Kosong setelah digunakan kewajiban rutin, dari belanja bulanan, membayar gaji pembantu sampai dengan uang sekolah anak.

"Aduh maaf ... nggak ada uang pas...!"

"Saya tukar di warung dulu ya bu..." pintanya, meminta kesediaan saya menunggu. Saya melirik di sekitar jalan raya tersebut. Tidak ada warung sama sekali. Tentu saya harus menunggunya agak lama, sampai dia kembali dengan uang tukarannya. Dan saya merasa enggan menunggunya. Apalagi jalanPakubuwono VI di pagi hari cukup ramai.

"Kalau nggak ada kembalinya, saya ambil dua sisir saja ya ... saya punya uang kecil untuk itu...", usul saya menutupi keengganan menunggunya mencari tukaran uang. Cepat saya hitung uang receh di mobil yang terdiri dari uangkertas dan koin. Semuanya berjumlah enam belas ribu. Masih kurang dua ribu.

"Nah... lihat deh, uang saya nggak cukup. Saya ambil dua sisir saja ya..."

"Jangan bu .... , ambil saja semuanya. Ibu kan besok lewat lagi, jadi besok saja bayar kekurangannya! " begitu katanya, seraya mengembalikan lembar uang 50 ribu kepada saya.

"Aduh ... saya belum tentu lewat sini lagi lho besok. Jadi biar saya ambil 2 sisir saja. Saya bisa mampir kapan-kapan kesini."

"Nggak apa-apa bu ... kapan ibu lewat saja, bayarnya.... ..", sahutnya.

Saya mengambil lembaran uang tersebut dan segera berlalu darinya. Dibelakang sudah banyak mobil menunggu.

Tiba di kantor, sambil menunggu komputer menyala baru saya sadari, betapa lugu dan naifnya penjaja pisang itu. Dia rela mengambil resiko "kehilangan"keuntungan sebesar dua ribu rupiah. Bayangkan seandainya saya tidak lagi lewat tempatnya berjualan. Dua ribu memang kecil nilainya dibandingkan dengan pengembalian uang sebesar 32 ribu yang harus diberikannya kepadasaya. Tetapi saya yakin, uang dua ribu itu begitu besar artinya bagi seorang penjaja pisang di pinggir jalan. Toh dia rela dan ikhlas "kehilangan"sementara uang tersebut dan begitu mempercayai saya, perempuan yang kebetulan secara rutin membeli dagangannya. Sementara saya, tidak ikhlas menunggunya menukarkan uang atau bersikap seperti yang dilakukannya Apalah susahnya mengatakan ....

"Ambil saja dulu uang itu. Besok saya lewat lagi dan kembalikan saja uang saya, besok"

Ternyata saya sama sekali tidak memiliki keikhlasan dan kepercayaan kepadanya seperti apa yang diperlihatkannya kepada saya. Malu rasanya menyadari hal itu. Padahal dulu, sebelum pindah ke Lebak Bulus, saya selalu mempercayai penjaja sayur yang biasa datang ke rumah atau pembantu rumah.Setiap hari, saya selalu meletakkan uang di kotak yang tersimpan di atas lemari es, untuk belanja sehari-hari, yaitu sayuran dan bumbu dapur sertaongkos transport Muslimin ke sekolah. Tanpa sekalipun meminta rincian pengeluaran. Saya mempercayai mereka sepenuhnya. Kalau pembantu mengadu bahwa Muslimin mengambil uang lebih dari jatahnya, saya dengan enteng berkata :

"Biar saja... uang itu tidak akan membuat Muslimin menjadi kaya raya mendadak atau saya menjadi jatuh miskin. Yang pasti, orang yang mengambilnya tidak akan mendapat berkah Allah SWT"

Sekarang, saat tinggal di Lebak Bulus, saya menitipkan uang belanja sayuran kepada ibu saya. Entah bagaimana beliau mengurusnya. Saya tidak lagi menaruh uang di atas kulkas untuk belanja. Mungkinkah karena hal kecil itu sayamenjadi kehilangan sensitifitas untuk mempercayai orang kecil? Astaghfirullah ... betapa picik dan sombongnya saya.... Ampun Tuhan.....Sungguh saya menyesal hari ini... saya sudah terjerat pada fenomena lowtrust society .... tidak memberikan kepercayaan kepada lingkungan sekitar. Selalu memandang curiga kepada orang lain.

Besok saya harus lewat dan membayar kekurangan uang itu. Dua ribu yang relatif tidak bernilai buat saya, tapi betul-betul sudah membuat martabat saya "terjerembab" ke dasar jurang... Sungguh saya malu... selama ini saya selalu berpegang teguh untuk selalu menjaga martabat diri. Selalu berusaha untuk tidak berlaku dzalim atau mencurangi orang lain. Ternyata apa yang saya lakukan masih sebatas artificial yang dengan sangat mudah dipatahkan oleh perempuan sederhana itu....

Kalaupun esok[1] saya ikhlas memberikan uang lebih besar daripada uang yang harus saya kembalikan, tetapi saya merasa yakin bahwa keikhlasan itu tidak lagi bernilai dimata Allah SWT. Saya sudah kehilangan momentum yang baik untuk meraih "nilai positif" di mata Allah SWT. Pada hari ini, saya sudah menampik kesempatan untuk meraih pahala dan berkah Allah. Sungguh, kesempatan itu selalu datang dalam bentuk dan pada waktu yang sama sekali tak terduga.

Ampuni saya ya Allah.... Jadikan hal tersebut yang pertama dan terakhir. Sungguh, berikan saya kesempatan untuk selalu menjadi golongan orang-orang yang senantiasa rendah hati dan ikhlas serta dijauhkan dari kesombongan. Amien....!

Lebak bulus 5 februari 2007 jam 22.30
_____

[1] Hari ini, selasa, saya lewat Jl Pakubuwono dan berniat melunasi hutang saya. Seperti yang saya takuti sejak semalam, perempuan penjaja pisang itu tak terlihat. Dia tidak menggelar dagangannya. Duh . Itulah akibat dari"menampik kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT untuk memperoleh pahala dan berkah.


Harlina Alwi
lina.alwi@gmail.com
http://shaphira.multiply.com