Wednesday, December 3, 2008

UKM (masih) Tahan Krisis

Media Indonesia, Minggu 16 November 2008


MULAI Januari 2009, Ryad Kusuma, 39, mesti merogoh dana tambahan paling sedikit Rp 2,3 juta dari koceknya untuk menambal kenaikan suku bunga pinjaman. Pergerakan suku bunga yang terus meroket pasca krisis keuangan di Amerika Serikat yang kemudian merembet ke pasar global akhirnya berimbas juga pada pengusaha di sektor mikro, termasuk Ryad.

"Pada 2008 ini, bunga bank saya dengan agunan properti 12%, nilainya Rp 700 juta. Kayaknya tahun depan bisa tembus 16%, itu berarti mesti ada tambahan paling sedikit Rp 2,3 juta. Besar lo, bisa buat gaji tiga karyawan," ujar pebisnis yang beberapa bulan lalu melepas status pekerjanya untuk konsentrasi penuh mengurus usahanya itu kepada Media Indonesia awal pekan ini.

Beban itu semakin terasa makin menyesakkan dada ketika investasi Ryad di lantai bursa juga ikut rontok seiring dengan terjun bebasnya harga saham. Namun, alih-alih cuma mengerutkan kening, Ryad justru melakukan ekspansi.

Pada Oktober lalu, seusai bertandang ke pameran waralaba, Ryad memutuskan terjun di bisnis baru, jasa ekspedisi. Tentunya ia tak hendak melawan raksasa-raksasa di bisnis pengiriman. Ia memilih berada di posisi paling hilir jadi agen buat Eka Sari Lorena (ESL) Express, perusahaan yang lebih dulu berkibar di sektor transportasi.

Sebelumnya, Ryad memang telah akrab dengan dunia kirim-mengirim barang. Pasalnya, selain berdagang di pasar konvensional, ia punya toko daring yang pelanggannya berasal dari berbagai kota di Indonesia bahkan hingga Malaysia dan Singapura.

"ESL ini kompetitif, kirim tiga kg ke pelanggan di Surabaya cuma Rp 21 ribu, di ekspedisi lain Rp 39 ribu.

Dengan Rp5 juta, tempat, dan satu-dua pegawai, bisa jadi agen. Jadi bisa hemat biaya kirim, fee agen yang biasanya buat orang lain, masuk ke tangan saya dan tentunya punya bisnis baru," kata pria yang rajin menuliskan perjalanan bisnisnya di blog pribadi itu.

Belum terpengaruh
Selain faktor bunga bank yang mulai terasa mencekik, roda bisnis sektor riil, terutama UKM sendiri, kata Ryad, belum banyak terpengaruh oleh krisis keuangan di negeri seberang. Ryad mengaku kiosnya tetap mengalirkan pundi-pundi keuntungan. Daya beli masyarakat pun dirasanya masih stabil.

"Bila dibandingkan dengan penaikan harga BBM Mei lalu dengan omzet turun 20%, krisis global ini belum ada pengaruh signifikan. Sejak September, ketika krisis global mulai terdengar belum ada pengaruhnya dan sepertinya enggak akan terlalu signifikan," kata Ryad.

Hal senada juga diungkapkan Badroni Yuzirman, pendiri komunitas bisnis Tangan di Atas. Krisis saat ini memang membuat repot urusan dengan bank. Selain cenderung memampatkan likuiditasnya, mahalnya bunga jelas memengaruhi aliran kas.

"Memang, yang menjerit itu mereka yang banyak berhubungan dengan bank. Bagi yang lain, pengaruh itu bersifat tak langsung. Saya lihat UKM masih tahan kok," kata pengusaha yang juga bergerak di perdagangan busana muslim ini. Badroni mengungkapkan UKM tak terlalu banyak berinteraksi dengan kelas premium, kalangan yang memang cukup terpukul dengan krisis global.

Di Indonesia, mereka yang bermain di lantai bursa dan kemudian menelan lost memang terbilang sedikit dan eksklusif. Mereka tak masuk target pasar entrepreneur kelas mikro. Selain itu, kata Badroni, UKM juga lebih banyak bergerak di sektor kebutuhan primer. Untuk itu, tak terlalu sensitif dengan daya beli masyarakat.

Justru peluang
Seorang enterpreuneur sejati mestinya juga melihat krisis ini sebagai peluang. Menghasilkan produk-produk substitusi. Mengisi kebutuhan konsumen ketika mereka tak lagi mampu menjangkau barang yang kelasnya di atas produk yang mereka hasilkan.

Organisasi bisnis UKM yang lebih sederhana dan fleksibel membuat mereka bisa lebih mendekatkan diri dengan pasar. Lentur memainkan harga dan varian produk.

"Menurunnya daya beli terhadap produk luar dan barang premium adalah celah," tegas Badroni. Kondisi itulah, kata Ketua Koperasi Serba Usaha Emas di Purbalingga Jawa Tengah Rofik Hananto, yang membuat label tahan banting tetap bisa disematkan pada pengusaha mikro.

Belum lagi jika menghitung sumbangan pada upaya mengurangi pengangguran juga efek domino yang dihasilkan. "Jadikan ini sebagai momentum untuk membenahi produk."

Tak mengherankan, kendati daya beli masyarakat di 'Negeri Paman Sam' dan negara-negara pasar ekspor utama sedang muram, nyatanya anggota TDA di Bali yang mengekspor kerajinan tangan justru menambah sewa kontainernya bulan ini.

(Zat/M-3)

1 comment:

Bangkit Publishing said...

Bicara tentang krisis, telah terbit buku “7 Kunci Sukses Bisnis Tahan Krisis” yang diterbitkan oleh Bangkit Publishing.Di dalamnya membahas 4 isu utama, yaitu:
-Bagaimana membangun bisnis tahan krisis
-Bagaimana mengendalikan bisnis saat badai krisis datang melanda
-Bagaimana bangkit dari krisis dan kegagalan
-Bagaimana (justru) membangun bisnis di masa krisis.

Buku ini bisa Anda dapatkan di TB. Gramedia, Karisma, Gunung Agung, Salemba, dan toko buku lainnya.