Thursday, December 11, 2008

IHSG mengikuti Dow Jones?



Saya subscribe email buletin dari Marketwatch. Sering terjadi, kalau semalam diberitakan indeks dow jones turun, maka besoknya IHSG ikut turun, dan sebaliknya.

Saya ambil data 3 bulan ke belakang dari yahoo finance.

Coba kita bandingkan utk tgl2 tertentu pada grafik diatas, ada 11 tanggal patokan yg bergaris : 22 sept, 29 sept, 13 okt s/d 9 des.

Ada 9 tanggal yg sama, dimana jika DJI turun, IHSG ikut turun. Jika DJI naik, IHSG ikut naik.

Hanya ada 2 tgl yg berbeda yaitu 24 nov, dimana DJI naik tapi IHSG turun. Perbedaan yg lain terjadi di tgl 9 des, tapi saya rasa ini terjadi karena kita libur idul adha.

Satu lagi yg saya bandingkan, trend antar tgl patokan, ternyata juga mirip.

Kemiripannya cukup besar, lumayan bisa buat bantu prediksi transaksi besok... ;)

Ruzika Moslem Outlet 5 - Pasar Ciracas











Saturday, December 6, 2008

Studi Kasus : Buka Toko Busana Muslim

Pernah beberapa kali ada email yg masuk menanyakan hitung2an utk buka toko busana muslim. Pas kebetulan ini ada hitung2an yg real utk cabang Ruzika Moslem Outlet di Pasar Ciracas, saya sharing aja.



Pasar Ciracas adalah pasar tradisional yg diremajakan. Kondisi fisik kios baru selesai dan ditempati kembali setelah lebaran 2008. Pembangunan masih berlangsung sampai saat ini, terutama utk area parkir.

Sebetulnya saya lebih suka membeli kios daripada menyewa. Tapi karena kios di posisi yg bagus sdh terisi semua dan yg dijual harganya sdh cukup tinggi, akhirnya diputuskan utk menyewa saja. Itu pun dapatnya tidak di lokasi terbaik, tapi masih menempel di lokasi utama.

Dengan berbagai pertimbangan, selain menyewa, saya juga membeli satu kios di posisi agak belakang tapi masih satu jalan. Kios ini sementara disewakan dulu.

Komponen sewa termasuk pos yg besar, akan lebih baik jika kita bisa bayar sewa per bulan sehingga biaya awal menjadi lebih kecil. Harga sewa yg saya dapat termasuk murah utk di lokasi itu, pemiliknya adalah seorang pedagang senior yg memiliki puluhan kios di berbagai pasar dan sebagian besar disewakan.



Karena di pasar tradisional, jam kerjanya agak beda dengan di mall. Di mall biasa buka dari jam 10:00 - 20:30. Di pasar mulai jam 06:00 pagi sudah ramai, jadi jam 07:00 kita harus sdh buka dan tutup jam 17:30.

Untuk menutup biaya operasional bulanan minimal saya harus memperoleh pendapatan 2,8 juta. Di pasar biaya listrik dan service charge jauh lebih murah. Pegawai yg saya rekrut adalah menantu pemilik toko sebelah sehingga mudah2an lebih bisa dikontrol. Sementara 1 orang dulu.




Dengan beberapa asumsi diatas, saya akan mencapai BEP jika sales per bulan mencapai 9,45 juta. Kalau di breakdown per hari berarti sekitar 300 ribuan, atau penjualan 9 item per hari. Jualan 300 ribu aja per hari masa ga dapat? Insyaallah bisa berlipat... :)



Tapi jualan kan mesti untung, jadi saya harus menetapkan target. Targetnya ga usah muluk2. Dari data history Ruzika, saya ambil data penjualan yg masuk akal utk satu toko baru. Ternyata masih dapat Nett Profit 3,5 jutaan. Mungkin buat sebagian rekan2 nilainya ga seberapa. Tapi ada juga sebagian rekan yg lain yg sdh bekerja > 10 tahun tapi gajinya masih di bawah nilai itu. Siapa tau ini bisa jadi alternatif sampingan.

Yang perlu sedikit diperhatikan adalah jumlah stok vs sales. Karena modal minim, jumlah stok juga sedikit. Artinya kita harus lebih sering belanja barang. Stok harus dijaga jangan sampai kehabisan. Katanya sih, idealnya stok itu harus 2 x sales bulanan, tapi kalo duit udah mentok kan ga bisa dipaksa. Ya nanti sambil jalan stok ditambah sedikit2.

Tingkat pengembalian modal mencapai 8% per bulan, berarti akan kembali modal dalam waktu sekitar 1 tahun. Tapi jangan lupa, selama periode 24 bulan ke depan masih akan ada 2 x lebaran. Omzet saat Ramadhan biasanya meningkat lumayan.

Kalau melihat data ROI yg 8%, rasanya usaha ini masih layak jika dibiayai dari hutang. Kredit modal kerja dengan bunga 1.5% - 2% per bulan masih bisa di coba.

Setelah masa sewa berakhir bagaimana? Biaya yg dikeluarkan lagi hanya biaya sewa. Mungkin akan naik 5-10%. Kalau ternyata naiknya lebih dari itu atau malah kios tidak disewakan lagi bagaimana? Itu gunanya kios yg dibeli. Walau lokasi bergeser ke belakang sedikit tapi mudah2an pelanggan loyal akan tetap mencari.

Hasil lebih besar bisa dicapai jika ditangani sendiri tanpa karyawan. Tapi akan jauh lebih besar lagi jika operasional toko tetap ditangani karyawan dan pemilik tetap fokus memikirkan masalah yg lebih strategis, sistemnya, sourcingnya, pembiayaan dan... pembukaan cabang yg lain... kalo belum cape... hehe...

Oya, disclaimer on ya. Ini hanya hitung2an saya. Hitungan kertas sering beda dengan kinerja lapangan. Kalo ternyata dalam praktek profitnya jauh lebih gede, jangan kaget.... ;)

Note :
Ruzika Moslem Outlet menyediakan Paket Buka Toko.
Nilai paket ini Rp. 14.286.000, dapat diperoleh dengan hanya Rp. 10.000.000 saja.
Isi paket adalah 10 merek produk fast moving di toko kami berupa jilbab dewasa dan anak, kaos muslim dewasa dan anak serta mukena.

Wednesday, December 3, 2008

Maaf, Saya bukan Orang Gajian Lagi

Media Indonesia, 30 November 2008


BERPINDAH status dari orang gajian menjadi pengusaha membutuhkan persiapan mental dan strategi yang matang. Keterbatasan modal bukan halangan. Posisinya sebagai project manager membuat Muhammad Rosihan, 36, tahu betul jika dengan hanya dua proyek besar, perusahaan tempatnya bekerja bisa menutup biaya operasi selama setahun penuh.

Tak puas hanya menikmati cipratan proyek itu saat gajian, Rosihan pun segera memutuskan untuk pindah kuadran. Namun, ia mengaku cukup hati-hati untuk berpindah status, dari seorang pekerja jadi pebisnis. Alumnus Institut Teknologi Bandung ini terlebih dahulu menguji kemampuannya sebagai seorang self employee pada bisnis konsultan teknologi informasi yang dikelolanya sejak 2002.

"Modalnya, sebuah proyek senilai Rp 30 juta, saya pikir cara ini bisa membuat saya memperoleh seluruh nilai proyek, tak seperti pekerja yang cuma dapat gaji," kata Rosihan. Selama setahun ia mencicipi pengalaman repotnya mempekerjakan diri sendiri pada bisnis yang dikelolanya.

"Namanya berbisnis di sektor jasa yang knowledge based itu memang akan melelahkan. Semuanya bergantung pada kita, proses pendelegasian berjalan lamban dan sulit," kata Rosihan. Karena sadar bahwa keleluasaan mengatur waktu dan melakukan inovasi, dua hal yang selama ini diimpikannya saat mulai berbisnis, nyaris mustahil terwujud jika ia tetap bertahan di kuadran self employee. Ia pun segera banting setir.

Sejak 2004, ia menggeluti bisnis ritel fesyen muslimah. "Memang harus ada shortcut, untuk beralih dari self employee menjadi seorang business owner. Orang sering heran, kok seorang dengan latar belakang teknologi informasi seperti saya bisa bisnis baju, padahal ini shortcut saya," kata Rosihan.

Bisnis barunya itu ternyata jauh lebih dahsyat daripada perkiraannya. Pendapatan 10 kali lebih besar daripada gaji berhasil dibukukannya hanya dalam waktu enam bulan. Kini di saat sepi, toko-tokonya bisa membukukan omzet Rp 30 juta hingga Rp 60 juta. Di saat panen Lebaran, bisa mengalirkan perputaran uang hingga Rp150 juta sampai Rp450 juta.

Jalur aman
Menjalankan bisnis berbasis self employee, seperti yang dilakukan Rosihan di awal perjalanannya sebagai pengusaha, kata Aidil Akbar, Chairman International Association of Registered Financial Consultant (IRAFC), adalah langkah pindah kuadran yang paling tepat.

"Lakukan dari yang mudah dulu, beli franchise atau jadi self employee bisa jadi pilihan. Begitu pula saat akan berpindah dari tahap pekerja yang juga pebisnis sampai total fokus usaha. Buat yang biasa jadi orang gajian, semuanya harus dipersiapkan secara terencana dan bertahap, baik itu dari segi manajemen maupun keuangan," kata Indonesia Senior Partner Pavilion Wealth Management itu.

Hal senada juga diungkapkan Yanti Isa, 41, pendiri PT Magfood Inovasi Pangan. Ia baru memutuskan untuk total jenderal di bisnis bahan pangan dan makanan cepat saji setelah tujuh tahun menjalankan bisnisnya.

"Padahal, setelah dua-tiga tahun, saya sudah balik modal. Karena saya ingin benar-benar menjadi business owner dulu sepenuhnya, baru saya melepas pekerjaan di tahun ketujuh," kata Yanti. Kini, setelah tujuh tahun berbisnis, Yanti mengaku pendapatannya sebagai pebisnis belum menyamai gaji dan keuntungan yang ia terima sebagai direksi di sebuah pabrikan bahan pangan ternama.

"Karena, saya memilih untuk tidak mengambil semua penerimaan dari hasil bisnis. Saya memilih untuk menginvestasikannya kembali, misalnya untuk beli properti," kata Yanti yang mengaku kini mesin bisnisnya bisa membukukan omzet Rp500 juta per bulan.

Jika Yanti menjadikan indikator statusnya sebagai business owner sebagai pertanda kapan ia melepas status pekerjanya, Ryad Kusuma, pebisnis fesyen dan saham, menjadikan ukuran omzet sebagai indikator kapan ia bisa melepas status pekerjanya.

Ia memutuskan mengucapkan selamat tinggal pada kantornya setelah toko-tokonya membukukan omzet Rp200 juta per bulan. Ryad yang tergabung dalam komunitas pebisnis Tangan di Atas (TDA) kini resmi menyandang status TDA.

Sebelumnya, Ryad masih tergolong amfibi, alias pekerja yang juga pebisnis. Usaha sudah di tangan, tapi kemampuan dan nyali belum mumpuni sehingga belum cukup percaya diri untuk menanggalkan status orang gajian.

Sebagian anggota TDA lainnya bahkan masih berstatus 'tangan di bawah' alias (TDB), mengandalkan gaji semata buat penghidupan mereka. Namun, sebelum mantap membuat surat pengunduran diri, seorang pebisnis pemula minimal mesti memahami dasar manajemen bisnisnya dengan tekanan pada tata kelola pemasaran dan komunikasi bisnis.

Ilmu dasar itu wajib dipelajari jika memang ingin usahanya berkembang dan jadi penopang utama kehidupan mereka.

Namun, tidak harus punya pengetahuan dulu baru jadi pengusaha karena pelaku usaha biasanya belajar sambil praktik di lapangan.

"Semua harus dipelajari dengan cepat dan mengaplikasikannya dengan cepat pula," kata Rosihan.

Singkirkan pula mental blocking, yang menurut Yanti Isa, adalah kendala paling besar, bahkan melampaui keterbatasan modal.

Jadi, kapan Anda kirim surat resign?

(Gusvarice, Zat/M-3)

UKM (masih) Tahan Krisis

Media Indonesia, Minggu 16 November 2008


MULAI Januari 2009, Ryad Kusuma, 39, mesti merogoh dana tambahan paling sedikit Rp 2,3 juta dari koceknya untuk menambal kenaikan suku bunga pinjaman. Pergerakan suku bunga yang terus meroket pasca krisis keuangan di Amerika Serikat yang kemudian merembet ke pasar global akhirnya berimbas juga pada pengusaha di sektor mikro, termasuk Ryad.

"Pada 2008 ini, bunga bank saya dengan agunan properti 12%, nilainya Rp 700 juta. Kayaknya tahun depan bisa tembus 16%, itu berarti mesti ada tambahan paling sedikit Rp 2,3 juta. Besar lo, bisa buat gaji tiga karyawan," ujar pebisnis yang beberapa bulan lalu melepas status pekerjanya untuk konsentrasi penuh mengurus usahanya itu kepada Media Indonesia awal pekan ini.

Beban itu semakin terasa makin menyesakkan dada ketika investasi Ryad di lantai bursa juga ikut rontok seiring dengan terjun bebasnya harga saham. Namun, alih-alih cuma mengerutkan kening, Ryad justru melakukan ekspansi.

Pada Oktober lalu, seusai bertandang ke pameran waralaba, Ryad memutuskan terjun di bisnis baru, jasa ekspedisi. Tentunya ia tak hendak melawan raksasa-raksasa di bisnis pengiriman. Ia memilih berada di posisi paling hilir jadi agen buat Eka Sari Lorena (ESL) Express, perusahaan yang lebih dulu berkibar di sektor transportasi.

Sebelumnya, Ryad memang telah akrab dengan dunia kirim-mengirim barang. Pasalnya, selain berdagang di pasar konvensional, ia punya toko daring yang pelanggannya berasal dari berbagai kota di Indonesia bahkan hingga Malaysia dan Singapura.

"ESL ini kompetitif, kirim tiga kg ke pelanggan di Surabaya cuma Rp 21 ribu, di ekspedisi lain Rp 39 ribu.

Dengan Rp5 juta, tempat, dan satu-dua pegawai, bisa jadi agen. Jadi bisa hemat biaya kirim, fee agen yang biasanya buat orang lain, masuk ke tangan saya dan tentunya punya bisnis baru," kata pria yang rajin menuliskan perjalanan bisnisnya di blog pribadi itu.

Belum terpengaruh
Selain faktor bunga bank yang mulai terasa mencekik, roda bisnis sektor riil, terutama UKM sendiri, kata Ryad, belum banyak terpengaruh oleh krisis keuangan di negeri seberang. Ryad mengaku kiosnya tetap mengalirkan pundi-pundi keuntungan. Daya beli masyarakat pun dirasanya masih stabil.

"Bila dibandingkan dengan penaikan harga BBM Mei lalu dengan omzet turun 20%, krisis global ini belum ada pengaruh signifikan. Sejak September, ketika krisis global mulai terdengar belum ada pengaruhnya dan sepertinya enggak akan terlalu signifikan," kata Ryad.

Hal senada juga diungkapkan Badroni Yuzirman, pendiri komunitas bisnis Tangan di Atas. Krisis saat ini memang membuat repot urusan dengan bank. Selain cenderung memampatkan likuiditasnya, mahalnya bunga jelas memengaruhi aliran kas.

"Memang, yang menjerit itu mereka yang banyak berhubungan dengan bank. Bagi yang lain, pengaruh itu bersifat tak langsung. Saya lihat UKM masih tahan kok," kata pengusaha yang juga bergerak di perdagangan busana muslim ini. Badroni mengungkapkan UKM tak terlalu banyak berinteraksi dengan kelas premium, kalangan yang memang cukup terpukul dengan krisis global.

Di Indonesia, mereka yang bermain di lantai bursa dan kemudian menelan lost memang terbilang sedikit dan eksklusif. Mereka tak masuk target pasar entrepreneur kelas mikro. Selain itu, kata Badroni, UKM juga lebih banyak bergerak di sektor kebutuhan primer. Untuk itu, tak terlalu sensitif dengan daya beli masyarakat.

Justru peluang
Seorang enterpreuneur sejati mestinya juga melihat krisis ini sebagai peluang. Menghasilkan produk-produk substitusi. Mengisi kebutuhan konsumen ketika mereka tak lagi mampu menjangkau barang yang kelasnya di atas produk yang mereka hasilkan.

Organisasi bisnis UKM yang lebih sederhana dan fleksibel membuat mereka bisa lebih mendekatkan diri dengan pasar. Lentur memainkan harga dan varian produk.

"Menurunnya daya beli terhadap produk luar dan barang premium adalah celah," tegas Badroni. Kondisi itulah, kata Ketua Koperasi Serba Usaha Emas di Purbalingga Jawa Tengah Rofik Hananto, yang membuat label tahan banting tetap bisa disematkan pada pengusaha mikro.

Belum lagi jika menghitung sumbangan pada upaya mengurangi pengangguran juga efek domino yang dihasilkan. "Jadikan ini sebagai momentum untuk membenahi produk."

Tak mengherankan, kendati daya beli masyarakat di 'Negeri Paman Sam' dan negara-negara pasar ekspor utama sedang muram, nyatanya anggota TDA di Bali yang mengekspor kerajinan tangan justru menambah sewa kontainernya bulan ini.

(Zat/M-3)

Publikasi di Media dan Tabloid

Setelah lewat hampir 2 tahun dari wawancara pertama saya dengan media Republika, beberapa minggu ini saya dan Poppy memperoleh kesempatan publikasi kembali di beberapa media :

  1. Koran Jakarta, Rabu 29 Oktober 2008. Judul artikel Bermodalkan Keyakinan dan Keuletan. Thanks buat mas Nala Dipa.
  2. Tabloid Bintang Indonesia, Minggu 2 November 2008. Muncul pada suplemen bisnis investasi, artikel Penjualan via Internet. Thanks ya mbak Wida.
  3. Media Indonesia, Minggu 16 November 2008. Artikel UKM (masih) Tahan Krisis. Thanks ya mbak Iis, walau wawancaranya agak2 belibet dan hp bolak balik low batt ternyata masih dimuat, hehe... Oya, perlu koreksi dikit di artikel ini, bunga bank saya bukan 700jt (bunganya 700jt, pokoknya brp ya.. :) ). Lalu investasi di saham masih ok, yg sempat rada jeblok justru di forex.
  4. Media Indonesia, Minggu 30 November 2008. Artikel Maaf, Saya Bukan Orang Gajian Lagi
Jujur aja, ternyata bisa tampil di media cukup menyenangkan.

Salah satu teman di kantor lama ada yg komentar "Yad lo dulu waktu masih kerja duduk anteng aja di pojokan ga pernah ada yg perhatiin, begitu keluar kerja 2 bulan malah masuk koran melulu", hehe...

Media blog ternyata cukup efektif utk menyampaikan pikiran2 kita, selain untuk jualan... :)